Powered By Blogger

Minggu, 29 Mei 2011


                  POTRET KELAM TENAGA KERJA INDONESIA

Belum hilang dari benak kita, tentang kasus miris yang dialami Tenaga Kerja Wanita (TKW) bernama Sumiati, kita sudah mendengar lagi tentang kasus baru tentang TKW yang tewas mengenaskan di Singapura. Betapa terkejutnya penulis, saat melihat surat kabar Surya edisi Rabu (18/5) yang menyebutkan bahwa seorang TKW tewas diduga di bunuh Sang majikan, dan mayatnya di buang ditandon air sebuah apartemen. Siapa yang tidak merasa kesal melihat martabat warga kita di remehkan oleh warga negara lain.
Sudah berapa banyak para pahlawan devisa kita menjadi korban di negara tetangga, mulai dari tindak kekerasan, pelecehan sampai pembunuhan. Tidak mengertikah kita, terhadap perasaan korban yang ditinggalkan, harapan-harapan keluarga, seseorang yang mereka banggakan pulang membawa banyak kepingan rupiah, ternyata pulang malah membawa derita di tubuhnya, bahkan ada pula yang pulang ke kampung halaman hanya meninggalkan nama. Sangat ironis memang, sudah sekeras mungkin pemerintah selalu berusaha sebaik mungkin dalam menangani kasus para TKW, namun usaha tersebut tidak menghentikan daftar panjang potret kelam TKW kita.
Jika dikaji lebih mendalam, sebenarnya negara kita adalah negeri yang subur, dengan bentangan kekayaan alam yang cukup untuk dinikmati seluruh warga negara Indonesia, tapi mengapa masyarakat kita lebih memilih untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)? Apakah upah minimum pekerjaan di indonesia masih belum memenuhi standart? Apakah negara kita memang miskin, karena sumber daya manusia kita yang sangat terbatas? Ataukah lowongan pekerjaan di negara kita sudah langka untuk kita temukan?
Rasanya banyak pertanyaan yang mendasari seseorang untuk memilih menjadi seorang TKI, tapi yang pasti alasan seseorang memilih menjadi seorang TKI  adalah tergiur dengan mata uang ringgit, yen, bahkan dollar yang nilai tukarnya lebih besar daripada rupiah. Selain itu upah buruh di Indonesia merupakan upah yang paling murah jika dibandingkan
oleh negara-negara Asia lainnya. Dengan upah yang tergolong sangat kecil
jelas tidak akan dapat mencukupi kebutuhan keluarga dalam keseharian.
Apalagi, mengingat hampir semua harga barang-barang kebutuhan pokok selalu
naik setiap tahunnya. Di satu pihak penghasilan buruh tetap, sementara harga
kebutuhan meningkat. Akibatnya, tuntutan pengeluaran yang besar untuk
mencukupi kebutuhan keluarga sudah tidak sebanding lagi dengan penghasilan
yang diraih. Kondisi ini memicu orang berbondong-bondong mengadu nasib ke
luar negeri dengan harapan mendapatkan imbalan yang lebih layak.

Bisa kita bayangkan, jika semua orang tergiur dengan bekerja diluar negeri dengan menjadi TKI, maka bagaimana dengan nasib negara kita. Padahal negara kita menunggu putra putri bangsa yang bisa memajukan SDM kita. Sudah bisa dipastikan negara kita akan di cap sebagai negara pengirim buruh terbesar di mata dunia, dan hal itu bukanlah prestasi yang patut dibanggakan.
Tidak bisa kita pungkiri jika separuh lebih devisa negara didapat dari pengiriman TKI ke luar negeri. Dengan keuntungan seperti itu, seharusnya pemerintah memberikan penghargaan yang sepantasnya kepada para TKI khususnya TKW Indonesia dengan segera membuat rancangan undang-undang (RUU) yang melindungi hak-hak para tenaga kerja Indonesia termasuk TKI. Namun sebenarnya percuma jika dibuat RUU yang melindungi hak tenaga kerja kita, jika pemerintah tidak berani menuntut secara hukum kepada warga negara asing yang telah melakukan tindak pidana kepada tenaga kerja kita. Sebut saja negara itu adalah negara di timur tengah yaitu Saudi Arabia. Sudah banyak kisah kelam tenaga kerja kita yang mengalami kekerasan, penganiayaan bahkan hingga tewasnya tenaga kerja kita di negara tersebut. Dari rentetan kisah kelam tersebut, pelaku penganiayaan dan pembunuhan hanya segelintir saja yang kita ketahui di proses secara hukum, selebihnya kasus lainnya perlahan hilang tanpa adanya proses hukum berkelanjutan.
Selain itu oknum-oknum nakal dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia  (PJTKI) menyebabkan para TKI dipulangkan secara paksa karena tidak adanya pasport. Selain itu banyaknya PJTKI yang tidak mendapatkan ijin dari Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER) menyebabkan aliran TKI keluar negeri menjadi sulit terkontrol. Hal ini nmenyebabkan dampak yang semakin mengkhawatirkan, seperti banyaknya kasus-kasus pemulangan TKI akibat tidak memiliki surat atau dokumentasi lengkap mengenai identitas diri sebagai TKI yang resmi. Oleh sebab itu munculah istilah TKI ilegal.
Bisa diambil kesimpulan bahwa  permasalahan utama dari kasus TKI yang sering terjadi dikarenakan beberapa faktor, seperti ;
·         Terbatasnya lapangan pekerjaan dalam negeri.
·         Batas minimum upah kerja buruh masih belum memenuhi standart.
·         Kurangnya perhatian dari pemerintah.
·         Menjamurnya PJTKI ilegal.
Dari faktor-faktor tersebut bisa diketahui bahwa permasalahan bukan semata-mata timbul dari para TKI melainkan juga dari dalam. Oleh sebab itu, mulai sekarang hapus anggapan kita tentang presepsi negatif TKI. Kesalahan yang dialami TKI bukan hanya salah dirinya melainkan juga salah dari pihak-pihak terkait. Pada dasarnya TKI meupakan masalah kita bersama, baik dari masyarakat itu sendiri maupun pemerintah. Oleh sebab itu, dalam mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama yang baik antar masyarakat  dengan pemerintah agar terjadi kontrol sosial. Diharapkan dengan adanya kontrol sosial darri pemerintah maupun masyarakat dapat membangun negara kita menjadi yang lebih baik lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar