Powered By Blogger

Minggu, 29 Mei 2011

  Contoh Study Kasus Beserta Penyelesaian Masalah yang diambil dari Sudut Pandang  Humas ataupun Konsultan Public Relations


1.Penjelasan Mengenai Kasus

1.1 Ketidak puasan masyarakat akan kinerja Polri

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering kita sebut dengan Polri adalah sebuah badan organisasi pemerintah yang bertujuan untuk melindungi dan mengayomi semua Warga Negara Indonesia.Peran Polisi sendiri sangat berat dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Hal ini disebabkan terus meningkatnya pelanggaran-pelanggaran hukum yang ada di Indonesia.Dalam kondisi seperti itu Polri atau polisi harus meningkatkan profesionalisme dan figuritas demi menjaga nama baiknya di mata masyarakat.
Mengingat banyaknya komitmen pemerintah untuk lebih menstabilkan kondisi Bangsa Indonesia dalam berbagai masalah pelanggaran hukum seperti pembasmian terorisme,penjinakan Bom yang tengah hangat-hangatnya di Indonesia,penangkapan para koruptor, serta peningkatan keamanan masyarakat yang merupakan bagian penting tugas utama dari Polisi. Namun diharapkan juga adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan polisi tentang masalah penegakan hukum. Tanpa adanya kerjasama yang baik antara kepolisian dan masyarakat maka penegakan hukum akan sulit terealisasikan. Oleh karena itu sangat dibutuhkan rasa saling percaya antara kedua belah pihak.
Namun tingkat kepercayaan masyarakat akan polisi perlahan mulai berkurang, disebabkan karena adanya presepsi negatif tentang tubuh Polri. Citra baik Polri di mata masyarakat telah dikotori oleh oknum Polri sendiri, sehingga Polri didera vonis negatif.Sering sekali masyarakat mengasumsikan masalah yang ada adalah kesalahan salah satu oknum polisi dan tubuh organisasinya.Beberapa kasus yang seringkali menjadi masalah adalah kasus penyalahgunaan wewenang,penganiayaan,pelecehan seksual,perbuatan tidak menyenangkan,penyalahgunaan senjata api, pemerasan,korupsi,dan keterlibatan oknum tertentu dalam kasus lainya.
Menurut laporan Amnesty International yang bejudul unifinished Business : Police Accountabillity in Indonesia, disebutkan bahwa citra polisi sangatlah buruk , menyedihkan, dan memalukan.Disebutkan bahwa Polri kerap bersikap brutal kepada para pecandu narkoba dan kaum wanita khususnya pekerja seks. Tidak hanya itu saja Polri juga sering meminta uang sogokan dari para tahanan jika ingin mendapatkan perlakuan yang lebih baik atau hukuman yang lebih ringan. Ironisnya, Mayoritas polisi yang melakukan tindakan tersebut tidak dihukum. Laporan tersebut didasarkan pada wawancara dengan sejumlah korban kekerasan dan lainya termasuk pengacara, polisi,dan kelompok-kelompok HAM di Indonesia selama dua tahun.
Kasus tersebut perlahan-lahan membentuk sebuah opini negatif dan rasa tidak percayaan masyarakat akan kinerja polisi. Karena opini yang terbentuk seharusnya polisi merupakan sebuah figur yang patut untuk dicontoh dan dapat diandalkan, karena kewenangan dan kekuatan polisi merupakan pondasi utama dalam penyelesaian masalah pelanggaran hukum dan masalaah keamanan negara. Sehingga dalam menjalankan fungsinya seringkali publik dan masyarakat meragukan kemampuan polisi dalam menjalankan fungsinya sebagai pelindung, pengayom, dan menjaga stabilitas keamanan negara.


1.2 Gugatan warga Griya Santa akan pembangunan Rumah Sakit akademik
Universitas Brawijaya
Perseteruan antara warga Griya Santa dengan Universitas Brawijaya berkenaan dengan didirikanya Rumah Sakit Akademik Universitas Brawawijaya Malang, Jawa Timur semakin memanas. Pembangunan Rumah Sakit tersebut merupakan proyek multi fungsi tahunan.Namun ketika pembangunan Rumah Sakit tersebut berlangsung tiba-tiba terjadi kendala. Kendala tersebut dikarenakan pihak dari Universitas Negeri Brawijaya belum mendapatkan restu dari masyarakat dan belum mengantongi izin dari pemerintah Kota setempat.
Rektor Universitas Brawijaya Prof. Dr. Yogi Sugito,mengakui, dalam setiap pembangunan selalu ada yang bersifat pro dan kontra, sehingga pihak dari Univeristas Brawijaya memilih tetap melaksanakan pembangunan. Dan Prof. Dr. Yogi berdalih bahwa perizinan masih dalam proses di Pemerintah Kota Malang.
Namun begitu pihak yang merasa dirugikan yaitu warga perumahan elit Griya Santa tidak tinggal diam, Pihaknya membawa kasus ini ke rana hukum dengan melaporkan masalah ini ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Surabaya.Gugatan hukum yang dilayangkan pihak dari Griya Santa akhirnya membuahkan hasil, tuntannya akhirnya menang di tingkat banding karena hakim melihat izin mendirikan bangunan (IMB) yang dikeluarkan Oleh Pemerintah Kota Malang untuk pembangunan Rumah Sakit Universitas Brawijaya itu tidak sesuai prosedur.
Kuasa Hukum dari warga Griya Santa kepada wartawan mengatakan mengatakan bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, Surabaya, pada 16 Desenber 2010 dalam perkara Nomor ; 161 B/2010/PT.TUN.SBY jo. Nomor : 15/G/2010/PTUN.SBY telah dimenangkan. Hakim mengabulkan gugatan warga. Sekarang kasus ini telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas sengketa tata usaha negara dalam tingkat banding antara warga Griya Santa Grand Eksekutif (penggugat) melawan badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Malang (tergugat I) dan Universitas Brawijaya Malang (tergugat II)
Sebelumnya pembangunan terus dilakukan kendati warga setempat protes. Warga protes karena tidak pernah diajak bicara atau dimintai persetujuan terkait pembangunan. Sehingga IMB dianggap cacat hukum. Akibat protes tidak diperhatikan, warga setempat menggugat Universitas Brawijaya dan Dinas Perizinan Pemerintah Kota Malang.
Meskipun ditentang,bahkan didemo warga hingga terjadi kerusuhan dan menyebabkan kemacetan disepanjang jalan Soekarno Hatta, namun Universitas Brawijaya tetap kukuh meneruskan pembangunan tanpa mengindahkan demo dari warga. Hingga kini pembangunan sudah memasuki tahap akhir. Tiga bangunan masing-masing berlantai delapan itu terus dikerjakan.


Sumber :
http://m.detik.com/pembangunan-rsaub-dilanjutkan-tanpa-indahkan-gugatan-warga.htm
http://m.detik.com/mengembalikan-citra-polri-yang-saat-ini-terpuruk-t128799p2.html



2. Penyelesaian Study Kasus


2.1 Merubah citra Polri di mata masyarakat

Polisi profesional adalah polisi yang lebih menekankan pada pendekatan pre-emtif dan preventiv dibandingkan represif dalam terjun ke masyarakat.Yang dimaksudkan dengan pendekatan pre-emtif adalah pendekatan yang menggunakan upaya proaktif dan internaktif dalam rangka pembinaan, penataan , dan pemanfaatan potensi masyarakat dalam upaya merebut simpati dari masyarakat. Sedangkan yang dimaksudkan dengan pendekatan preventiv adalah upaya yang bersifat pencegahan terhadap setiap bentuk-bentuk ancaman ataupun gangguan,dengan memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat.
Oleh karena itu syarat utama yang harus dipenuhi agar polisi profesional terbentuk adalah terciptanya hubungan yang baik dan serasi antara Kepolisian dan juga masyarakat.Namun hubungan ini akan terwujud apabila pencitraan masyarakat terhadap polri positif,sehingga muncul sikap saling menghargai dan menghormati serta mendukung dalam mewujudkan pendekatan yang lebih kondusif.
Oleh sebab itu yang pertama dilakukan untuk mengubah citra dalam tubuh Polri adalah merombak cara kerja dan pelayanan bagi masyarakat, dengan cara merubah karakter militernya yang identik dengan kekuasaan menjadi polisi yang dekat dan bersahabat kepada masyarakat.Selain itu Polri juga harus bertindak tegas dengan memeriksa dan mempublikasikan setiap oknum polisi yang berperilaku negatif dan merugikan rakyat, sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi anggota Polri lainya.Sanksi yang tegas pada aparat Polri seringkali lemah dan berhenti hanya pada penerapan sanksi disipliner sekalipun nyata-nyata oknum polisi tersebut melakukan kersalahan besar.
Upaya ini dilakukan untuk membuktikan bahwa polisi juga tidak kebal hukum.Hukuman administrasi tidak lengkap tanpa adanya pertanggung jawaban pidana . Karena itu, bagi polisi yang terlibat dalam pemeriksaan awal melakukan penyalah gunaan jabatan dan korupsi, kasusnya harus diserahkan ke pemeriksaan pidana.Dan jika perlu para polisi nakal tersebut seharusnya mendapatkan sanksi yang lebih berat dari para pelaku pidana biasa, mengingat mereka adalah penegak hukum yang seharusnya dapat menjadi contoh bagi masyarakat.
Selain itu hal yang tidak bisa diabaikan yaitu soal perekrutan terhadap anggota muda/ baru Polri. Sudah bukan rahasia lagi jika kita mendengar bahwa dalam perekrutanpun uang juga ikut andil dalam menentukan kelulusan bagi calon anggota muda, belum lagi saat penentuan jabatan ataupun mutasi .Oleh sebab itu perubahan dari segi metode,prosedur maupun proses pembinaan personal polisi harus jelas sehingga dapat menghasilkan polisi yang benar-benar profesional. Singkatnya masyarakat akan merasakan perlindungan dan pengayoman yang diberikan oleh anggota Polri ketika masyarakat membutuhkan pelayanan
Selain itu perubahan kultural di tubuh polri juga sangat diperlukan,yang dimaksud dengan pendekatan kultural adalah merubah total, baik secara mental dan kepribadian anggota Polri. Hal ini bisa dilakukan dengan mengubah struktur organisasi Polri atau mengubah pola pendidikan di lembaga pendidikan Polri agar lebih menonjolkan aspek pemahaman terhadap perlindungan HAM.
Jika masalah internal dalam tubuh Polri sudah terjadi perubahan, maka langkah selanjutnya untuk mengubah citra Polri di mata masyarakat dengan menggunakan pendekatan dari luar. Yang dimaksudkan pendekatan dari luar disini yaitu dengan membuat sebuah iklan layanan masyarakat berupa pamflet,iklan di TV ,Radio ataupun baliho yang ada di jalan raya, yang berisikan pesan bahwa Polisi mengabdikan segenap jiwa dan raganya dengan pamrih untuk membantu,mengayomi,dan memberi perlindungan Warga Negara Indonesia.
Dengan demikian, apabila masalah Internal dalam tubuh Polri sudah benar-benar berubah dan juga masalah dari luar (kasus pencitraan masyarakat) sudah bisa terkontrol maka kinerja Polisi juga akan maksimal dengan kerjasama dari masyarakat. Dan citra atau nama baik Polisi juga akan kembali.




2.2 Solusi dan penyelesaian masalah mengenai pro-kontra pembangunan RS.Akademik
Universitas Brawijaya.

Perseteruan antara pihak Universitas Brawijaya dengan pihak warga Griya Santa bisa terhindari apabila Humas dari Universitas Brawijaya bersifat terbuka kepada warga Griya Santa. Keterbukaan ini bisa dilakukan dengan mengajak perwakilan dari pihak yang merasa dirugikan yaitu warga Griya Santa untuk musyawarah dengan pihak – pihak terkait untuk menyampaikan alasan keberatan di bangunnya Rumah Sakit Akademik Universitas Brawijaya.
Dalam musyawarah antara pihak Universitas Brawijaya dengan pihak warga Griya Santa, harus dilakukan tertutup untuk menghindari hasutan-hasutan dari pihak lain. Musyawarah ini harus dijadikan kesempatan besar untuk mengubah pendirian warga untuk dapat memberikan ijin. Pihak dari Universitas Brawijaya harus menjelaskan dan merebut simpatik dari pihak warga griya santa dengan menjelaskan visi dan misi dibangunya Rumah Sakit Akademik UB tersebut, dan menjelaskan keuntungan bagi warga Malang dan juga keuntungan dari mahasiswa Universitas Brawijaya sendiri. Kesempatan ini harus didukung dengan menyewa mulut dari pihak-pihak yang dipercaya masyarakat seperti tokoh-tokoh pemerintah maupun tokoh yang disegani oleh Warga Griya Santa.
Jika dalam musyawarah tersebut tidak menemukan mufakat atau titik terang, maka Konsutan PR harus berputar otak dengan mengubah presepsi warga tentang Rumah Sakit yang dibangun Universitas Brawijaya, menjelaskan RS.Akademik UB bukanlah untuk kepentingan Organisasi ataupun Institusi tertentu, melainkan dibangunya Rumah Sakit Akademik Universitas Brawijaya juga untuk kebutuhan masyarakat dan demi tujuan untuk mencetak tenaga medis yang handal dan profesional dibawah bimbingan Universitas Brawijaya.
Bila perlu pihak dari Universitas Brawijaya bersedia memberikan jaminan bahwa Rumah Sakit yang akan dibangunya tersebut akan memberikan fasilitas dan jaminan kesehatan untuk warga-warga yang kurang mampu di daerah Kota Malang dan sekitarnya.Namun bila strategi tersebut belum mengubah keputusan dari warga Griya Santa maka pihak dari Universitas Brawijaya harus mencari dukungan dari Institusi-Ionstitusi yang dapat membantu terealisasikanya pembangunan Rumah Sakit Akademik Universitas Brawijaya tersebut.
Yang dimaksudkan dengan institusi yang dapat membantu misalnya adalah dari lembaga-lembaga dari swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan dan memperdulikan nasib para warga miskin.Mengapa demikian, karena Rumah Sakit yang dibangun oleh Universitas Brawijaya tersebut menjanjikan jaminan bagi warga miskin yang akan berobat.Selain dari lembaga swadaya masyarakat pihak Universitas Brawijaya juga bisa meminta dukungan dari pihak-pihak atau institusi yang lebih tinggi semisal seperti Ikatan Dokter Indonesia atau dari pihak-pihak yang lain,
Hal ini dimaksudkan untuk mengubah pendirian warga Griya Santa untuk memberikan ijin untuk dibangunya Rumah Sakit tersebut. Jika pihak dari Universitas Brawijaya telah mengantongi ijin dari warga Griya Santa maka tuntutan yang diajukan wargapun bisa dicabut. Dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha dapat memberikan ijin dan pembangunan Rumah Sakit Akademik Universita Brawijaya dapat terealisasikan.
PERAN HUMAS PENDIDIKAN DALAM MENANGGAPI ISU PUNGUTAN LIAR YANG BERKEMBANG DI LINGKUNGAN ORANG TUA WALI MURID

Dalam perkembangannya, pendidikan selalu menjadi sorotan utama media dan menjadi buah bibir baik di kalangan masyarakat biasa bahkan sampai petinggi negara. Hal ini ditengarai pendidikan setiap tahunnya melakukan penerimaan siswa/siswi baru, dan hal tersebut tidaklah lepas dari isu-isu yang berkembang di lingkungan masyarakat ataupun di lingkungan orang tua wali murid. Isu yang masih berkembang saat ini yaitu tentang masalah pungutan liar yang masih dilakukan oleh sebagian sekolah yang mempunyai predikat negeri.
Beragam upaya pemerintah telah dilakukan untuk membantu pendanaaan yang dikeluarkan sekolah, salah satunya dengan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana BOS diambil dari Anggaran Pemasukan Belanja Negara (APBN) yang diperoleh melalui sektor pajak yang disetorkan masyarakat setiap tahunnya. Diharapkan dengan adanya program BOS dapat membantu terciptanya wajib belajar sembilan tahun sebagaimana yang telah di canangkan oleh pemerintah. Selain itu dengan adanya program BOS diharapkan dapat meminimalisir pungutan liar yang masih terdapat di sekolah-sekolah khususnya untuk sekolah negeri.
Mencuatnya isu yang tengah berkembang tentang masalah pungutan liar, mau tidak mau membuat Humas dari sejumlah sekolah mengoptimalkan kinerjanya untuk membersihkan nama institusinya di mata masyarakat luas khususnya orang tua murid. Humas sendiri sebenarnya bertugas untuk membantu menetralisir persoalan tentang sekolah. Sesuai tugasnya, humas mempunyai peran ganda dalam kinerjanya, yaitu fungsi Internal dan Eksternal. Seperti yang terdapat pada sebuah buku “Teori dan Profesi Kehumasan (2001)” oleh M. Linggar Anggoro, yang menyebutkan bahwa kegiatan Humas internal lebih kepada membangun komunikasi dan distribusi informasi ke dalam personal di lembaganya. Sementara fungsi eksternal Humas lebih bersentuhan dengan pihak luar, khususnya yang berkompeten.
Departemen Pendidikan Nasional pernah mengeluarkan job description Humas di sekolah. Tugas Humas eksternal seperti membina, mengatur dan mengembangkan hubungan dengan komite sekolah, membina pengembangan antara sekolah dengan lembaga pemerintahan, dunia usaha dan lembaga sosial lainnya. Selain itu Humas untuk menjalin komunikasi dengan pihak eksternal sekolah. Sementara tugas internal Humas lebih kepada tugas teknis, seperti mengadakan bakti sosial dan karya wisata, menyelenggarakan pameran hasil pendidikan, memfasilitasi informasi dan komunikasi warga sekolah, khususnya sesama guru, guru dengan TU dan guru dengan kepala sekolah.
Seperti halnya yang dilakukan humas sekolah yang meningkatkan kinerja kehumassannya untuk menetralkan isu pungutan liar yang berkembang ditengah lingkungan orang tua wali murid. Walaupun sejatinya sekolah tidak mempunyai humas secara struktural namun sebuah sekolah tersebut telah menjalankan fungsi kehumasannya dengan baik. Hal ini terbukti dengan adanya kinerja humas sekolah baik secara internal maupun eksternal.
Untuk Internal, humas sekolah menjalankan fungsinya dengan membangun komunikasi dan presepsi positif kepada stakeholders pendidikan dan merubah yang mulanya negatif menjadi positif, dari sikap antipati menjadi simpati, sikap kecurigaan merubahnya menjadi penerimaan, dari sikap masa bodoh menjadi minat, dan dari sikap lalai menjadi pengertian . Dan semua hal itu terealisasikan dengan metode pendekatan yang ditujukan kepada orang tua wali murid. Humas bisa mengundang orang tua wali murid untuk membicarakan tentang rancangan pembiayaan sekolah. Jadi antara pihak sekolah dan orang tua wali murid bisa saling berunding dengan baik membicarakan anggaran pembiayaan sekolah.
Tugas humas yang paling berat adalah menjalankan fungsi humas eksternalnya. Dalam fungsi eksternal tugas humas tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu. Kapanpun dan dimanapun jika ada yang perlu dijelaskan maka secepatnya humas wajib mengklarifikasi hingga selesai, singkatnya humas fungsi eksternal haruslah siap sedia. Sedangkan humas sekolah sendiri mamaksimalkan kinerja fungsi humas Eksternal dengan bersentuhan banyak dengan orang, tidak hanya orang tua sajamelainkan juga siswa atau instansi pemerintahan terkait dan perusahaan swasta, tetapi juga masyarakat luas, baik Lembaga Swadaya Masyarakat, politisi maupun wartawan yang mengaku dengan kemajuan dunia pendidikan. Diharapkan dengan melakukan pendekatan kepada pihak-pihak tersebut akan membentuk kerjasama yang menguntungkan pihak sekolah dengan pihak lain, dengan begitu akan terjadi kedekatan emosi antara sekolah dan pihak lain. Dan hal tersebut akan mematahkan anggapan tentang isu pungutan liar yang ada di sekolah-sekolah dengan predikat negeri.
 ISU PEMINDAHAN IBUKOTA JAKARTA

Mendengar nama ibukota suatu negara pasti yang terpikir di benak kita adalah suatu kota yang maju dan metropolitan yang bersih dan serba mewah. Namun apakah kita tetap berpikir hal yang sama setelah kita mendengar nama Kota Jakarta, tentu kita akan berpikiran bahwa kota Jakarta adalah kota yang panas, macet, dan kota yang berpenduduk terbanyak di Indonesia. Banyaknya masalah yang ada kota Jakarta membuat sebagian orang berpikiran bahwa Kota Jakarta sudah tidak layak lagi menjadi sebuah ibu kota Negara Indonesia. Ini dibuktikan dengan adanya isu dari petinggi negara yang mengatakan bahwa Ibukota Indonesia akan diganti di Pulau Kalimantan tepatnya di Kota Palangkaraya.
Isu ini bisa benar-benar terjadi mengingat Kota Jakarta sudah mempunyai banyak masalah, baik dari segi tata Kota maupun ekonominya. Masalah pertama adalah Pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Hal ini dikarenakan masyarakat dari luar kota jakarta khususnya dari desa tergiur untuk mengadu nasib dikota Jakarta tanpa memperdulikan kualitas atau kemampuan yang mendukung. Sebenarnya jika di telaah lebih dalam, bukan hanya masyarakat desa saja yang mengadu nasib di Ibukota, melainkan juga para pengusaha-pengusaha yang mendirikan suatu peerusahaan di Jakarta. Hal inilah yang membuat para pendatang tertarik untuk mengadu nasib di Jakarta.
Sebenarnya untuk meminimalisir hal ini, kita bisa meniru Negara adidaya seperti Amerika Serikat. Disana semua tata Kota diatur dengan baik. Walupun Washington adalah sebuah ibukota negara, namun tidak semuanya terpusatkan di kota tersebut. Washington dikhususkan hanya umtuk kepentingan politik. Sedangkan pusat-pusat lain seperti Entertaiment di pusatkan di Hollywood, bar, caffe, perjudian di pusatkan di Los anggels, dan untuk hasil pertanian ataupun ternak di pusatkan di Texas. Semuanya telah diatur dan dipikirkan dengan matang, agar sebuah Ibukota dari sebuah negara tidak terjadi tumpang tindih dan tidak terjadi ketidak seimbangan dalam suatu ibukota dari sebuah negara.
Meskipun banyak isu yang mengatakan bahwa Ibukota Indonesia akan di pindah di Makssar, tapi kemungkinan tersebut sangatlah kecil, karena tidak mungkin suatu ibukota dari sebuah negara memindahkan pusat-pusat kenegaraan dan kepemerintahannya hanya dalam hitungan bulan. Paling tidak jika hal ini dilaksanakan maka akan memakan waktu yang tidak sedikit. Selain itu untuk mempublikasikan atau mengenalkan ibukota yang baru dari sebuah negara juga membutuhkan waktu yang lama, dan juga akan memakan banyak biaya. Maka dari itu, isu-isu yang belum tentu kebenarannya ini menjadi pro-kontra di lingkup pemerintahan maupun di masyarakat.
Masalah yang tidak kalah besarnya di Jakarta adalah masalah kemacetan . Bagi warga Jakarta kemacetan adalah sudah menjadi makanan setiap hari. Kemacetan di Jakarta disebabkan karena semakin banyaknya orang yang memilih kendaraan pribadi daripada fasilitas angkutan umum. Akibatnya, jalan yang idealnya dalam 1 km seharusnya bisa di tempuh sekitar 20menit,kini bisa hampir satu jam, bahkan lebih. Sebenarnya untuk masalah kemacetan pemerintah sudah jungkir balik berusaha sekeras mungkin salah satunya dengan dibentuknya Bus Trans Jakarta yang mempunyai jalan dan rute terpisah dari kendaraan peribadi. Ini diharapkan agaar para pengguna kendaraan pribadi bisa beralih ke angkutan umum.
Namun pembentukan Jalur Bus Trans Jakarta yang memotong sedikit jalan raya malah membuat jalan raya terkesan sempit,akibatnya banyak pengguna kendaraan pribadi yang masuk kedalam rute Bus Trans Jakarta. Jika bicara solusi untuk mengatasi kemacetan di Kota Jakarta maka rasanya akan menemukan titik buntu. Bagaimana tidak pada jamanya Suytiyoso sampai Fauzi Bowo (saat ini) masih juga belum bisa menuntskan kemacetan di Jakarta.
Sebenarnnya solusi untuk masalah tersebut sangatlah sederhana. Jika Kendaraan umum seperti kereta,bus,dan angkutan massal lainya dari segi fasilitas dan keamanannya bisa dirubah pasti para pengendara pribadi bisa beralih ke angkutan massal. Saat ini fasilitas dan keamanan angkutan massal masih jauh dari kata aman dan nyaman,maka dari itu jika ingin para pengendara kendaraan pribadi ingin berpindah ke angkutan massal pemerintahpun juga harus merubah semua sistem angkutan massal yang ada di Jakarta.

                  POTRET KELAM TENAGA KERJA INDONESIA

Belum hilang dari benak kita, tentang kasus miris yang dialami Tenaga Kerja Wanita (TKW) bernama Sumiati, kita sudah mendengar lagi tentang kasus baru tentang TKW yang tewas mengenaskan di Singapura. Betapa terkejutnya penulis, saat melihat surat kabar Surya edisi Rabu (18/5) yang menyebutkan bahwa seorang TKW tewas diduga di bunuh Sang majikan, dan mayatnya di buang ditandon air sebuah apartemen. Siapa yang tidak merasa kesal melihat martabat warga kita di remehkan oleh warga negara lain.
Sudah berapa banyak para pahlawan devisa kita menjadi korban di negara tetangga, mulai dari tindak kekerasan, pelecehan sampai pembunuhan. Tidak mengertikah kita, terhadap perasaan korban yang ditinggalkan, harapan-harapan keluarga, seseorang yang mereka banggakan pulang membawa banyak kepingan rupiah, ternyata pulang malah membawa derita di tubuhnya, bahkan ada pula yang pulang ke kampung halaman hanya meninggalkan nama. Sangat ironis memang, sudah sekeras mungkin pemerintah selalu berusaha sebaik mungkin dalam menangani kasus para TKW, namun usaha tersebut tidak menghentikan daftar panjang potret kelam TKW kita.
Jika dikaji lebih mendalam, sebenarnya negara kita adalah negeri yang subur, dengan bentangan kekayaan alam yang cukup untuk dinikmati seluruh warga negara Indonesia, tapi mengapa masyarakat kita lebih memilih untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI)? Apakah upah minimum pekerjaan di indonesia masih belum memenuhi standart? Apakah negara kita memang miskin, karena sumber daya manusia kita yang sangat terbatas? Ataukah lowongan pekerjaan di negara kita sudah langka untuk kita temukan?
Rasanya banyak pertanyaan yang mendasari seseorang untuk memilih menjadi seorang TKI, tapi yang pasti alasan seseorang memilih menjadi seorang TKI  adalah tergiur dengan mata uang ringgit, yen, bahkan dollar yang nilai tukarnya lebih besar daripada rupiah. Selain itu upah buruh di Indonesia merupakan upah yang paling murah jika dibandingkan
oleh negara-negara Asia lainnya. Dengan upah yang tergolong sangat kecil
jelas tidak akan dapat mencukupi kebutuhan keluarga dalam keseharian.
Apalagi, mengingat hampir semua harga barang-barang kebutuhan pokok selalu
naik setiap tahunnya. Di satu pihak penghasilan buruh tetap, sementara harga
kebutuhan meningkat. Akibatnya, tuntutan pengeluaran yang besar untuk
mencukupi kebutuhan keluarga sudah tidak sebanding lagi dengan penghasilan
yang diraih. Kondisi ini memicu orang berbondong-bondong mengadu nasib ke
luar negeri dengan harapan mendapatkan imbalan yang lebih layak.

Bisa kita bayangkan, jika semua orang tergiur dengan bekerja diluar negeri dengan menjadi TKI, maka bagaimana dengan nasib negara kita. Padahal negara kita menunggu putra putri bangsa yang bisa memajukan SDM kita. Sudah bisa dipastikan negara kita akan di cap sebagai negara pengirim buruh terbesar di mata dunia, dan hal itu bukanlah prestasi yang patut dibanggakan.
Tidak bisa kita pungkiri jika separuh lebih devisa negara didapat dari pengiriman TKI ke luar negeri. Dengan keuntungan seperti itu, seharusnya pemerintah memberikan penghargaan yang sepantasnya kepada para TKI khususnya TKW Indonesia dengan segera membuat rancangan undang-undang (RUU) yang melindungi hak-hak para tenaga kerja Indonesia termasuk TKI. Namun sebenarnya percuma jika dibuat RUU yang melindungi hak tenaga kerja kita, jika pemerintah tidak berani menuntut secara hukum kepada warga negara asing yang telah melakukan tindak pidana kepada tenaga kerja kita. Sebut saja negara itu adalah negara di timur tengah yaitu Saudi Arabia. Sudah banyak kisah kelam tenaga kerja kita yang mengalami kekerasan, penganiayaan bahkan hingga tewasnya tenaga kerja kita di negara tersebut. Dari rentetan kisah kelam tersebut, pelaku penganiayaan dan pembunuhan hanya segelintir saja yang kita ketahui di proses secara hukum, selebihnya kasus lainnya perlahan hilang tanpa adanya proses hukum berkelanjutan.
Selain itu oknum-oknum nakal dari Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia  (PJTKI) menyebabkan para TKI dipulangkan secara paksa karena tidak adanya pasport. Selain itu banyaknya PJTKI yang tidak mendapatkan ijin dari Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER) menyebabkan aliran TKI keluar negeri menjadi sulit terkontrol. Hal ini nmenyebabkan dampak yang semakin mengkhawatirkan, seperti banyaknya kasus-kasus pemulangan TKI akibat tidak memiliki surat atau dokumentasi lengkap mengenai identitas diri sebagai TKI yang resmi. Oleh sebab itu munculah istilah TKI ilegal.
Bisa diambil kesimpulan bahwa  permasalahan utama dari kasus TKI yang sering terjadi dikarenakan beberapa faktor, seperti ;
·         Terbatasnya lapangan pekerjaan dalam negeri.
·         Batas minimum upah kerja buruh masih belum memenuhi standart.
·         Kurangnya perhatian dari pemerintah.
·         Menjamurnya PJTKI ilegal.
Dari faktor-faktor tersebut bisa diketahui bahwa permasalahan bukan semata-mata timbul dari para TKI melainkan juga dari dalam. Oleh sebab itu, mulai sekarang hapus anggapan kita tentang presepsi negatif TKI. Kesalahan yang dialami TKI bukan hanya salah dirinya melainkan juga salah dari pihak-pihak terkait. Pada dasarnya TKI meupakan masalah kita bersama, baik dari masyarakat itu sendiri maupun pemerintah. Oleh sebab itu, dalam mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama yang baik antar masyarakat  dengan pemerintah agar terjadi kontrol sosial. Diharapkan dengan adanya kontrol sosial darri pemerintah maupun masyarakat dapat membangun negara kita menjadi yang lebih baik lagi.